2 Tahun terakhir ini sebagian orang di negara tercinta dengan semangat mengkampanyekan tema keberagaman baik di event sosial, pribadi bahkan korporasi dan kenegaraan. Keberagaman bisa saja diartikan sebagai sesuatu yang bervariasi, berbeda dari satu yang lain, dan sesuatu yang tak sama dalam subyek dan obyeknya itu sendiri.
Kampanye dilakukan secara massive baik di pamflet / banner jalan – jalan raya dan status atau cuitan di media sosial. Kampanye dilakukan dengan harapan menggaet dan mendapat dukungan semua orang atas pendapat dan gagasan yang disuarakan.Namun sayangnya, kampanye positif yang dapat dinilai baik ini ternyata justru menjadi titik hitam dalam kemurnian nilai keberagaman itu sendiri.
Nilai keberagaman yang positif akan dengan sendirinya rusak bila digunakan sebagai “black campaign “apabila digunakan secara tidak langsung maupun terbuka dengan menyindir suatu golongan baik itu ras , suku dan agama bahkan ormas sekalipun.
Kita sepakat dengan pepatah “ tidak akan ada asap bila tak ada api ” memang benar adanya, begitulah di negeri ini yang seolah – olah ingin diajari kembali untuk bisa beragam atau mencoba mengenali apa itu “ keberagaman “ .Saya yakin kampanye ini adalah cipratan setitik air yang mencoba menghalau asap disekitar , namun cipratan air saja tidak akan sanggup menghalau asap.
Api yang muncul itu justru dinyalakan oleh orang per orang atau segelintir orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak menghargai keberagaman. Dan ironisnya kampanye cipratan air ini tak beralih untuk menyiram api tersebut tetapi justru malah mengenai subyek ataupun obyek disekitarnya agar diharapkan dapat menahan panasnya api. Ironis memang.
Indonesia adalah Negara beragam begitu pula di Negara – Negara lain di dunia. Perlu diingat bagi setiap insan bumi pertiwi adalah pentingnya Nasihat nenek moyang kita yakni “ Dimana kaki berpijak disitu langit dijunjung “
End
Post A Comment:
0 comments: